Setelah hampir 12 jam perjalanan (ini bukan masalah waktu diatas pesawatnya tapi transit-transit yang terlampau lama), badan sudah terasa penat dan angan-angan air hangat membasuh tubuh seakan sudah bisa kurasakan. Pesawat mendarat dengan selamat disebuah bandara yang kecil. Kota Gorontalo. Udara hangat menerpa wajah sembari berjalan ke ruang tak lebih dari 10x10 meter menanti bagasi diturunkan. Penuh. Hampir susah untuk berjalan. Mecari toilet. Kotor dan gelap. Membasuh wajah tertunda, air keran yang seakan enggan keluar mengurungkan niatku. Kuambil tissue basah dan kembali ditengah hiruk-pikuk orang. Mungkin bandara ini sama seperti bandara Freetown, Sierra Leonne, tapi sayangnya ingatanku akan bandara itu diumurku yang masih terlampau ranum tak melekat sama sekali. Ah.. Selamat datang di Gorontalo. Apa yang menjadi kesan pertama saat aku masuk kota Gorontalo? Bentor! Kota ini penuh dengannya. Sungguh kagum aku melihatnya. Bagaimana tidak. Kali pertama aku masuk kota ini, jalanan dipenuhi oleh mereka. Terlebnih dengan sound system lengkap dibelakang tempat duduk becaknya, dengan bentuk yang cukup menarik. Keesokan harinya aku baru tau, bahwa dengan jenis motor dan kelengkapan musik akan berimbas pada tarif penggunanya.
Kota baru. Pengalaman baru. Senangnya. Tentu ada beberapa poin yang menambah poin pengalaman baru ini. Pertama, mengunjungi tempat-tempat wajib kota tersebut. Kedua, kuliner itu harus dicoba. Ketiga, budaya dan gaya hidup. Hatiku berdegup menanti apa yang akan kutemukan. Pagi. Kembali naik bentor. Tujuan pertama tentu pasar! Begitulah didikan mentorku - pasar adalah pusat untuk membaca kehidupan suatu tempat. Jadi inilah tujuan utama. Tentu dengan saran teman yang sudah pernah kemari juga, membubuhi cerita seorang penjual kalender yang sangat menarik untuk dikunjungi. Sebuah pasar tua yang cukup sepi. Jarang ada bangunan yang memiliki atap genteng, mayoritas seng. Mahal katanya disini. Kaki melangkah masuk ke warung kopi. Berbeda dengan warung kopi di Aceh, sugguhan kopi dan teh disini berasa 'instan'. Para lelaki memenuhi ruangan. Tatapan heran menuju padaku saat seorang perempuan duduk ditengah kebulan asap rokok mereka. Tak ada perempuan disini. Dua foto tergantung di dinding samping jam tua. Bukan foto presiden dan wakilnya, tapi foto walikota dan wakilnya. Hmm.. menarik. Jajan pasar tersaji. Sarapan yang nikmat. Pasar yang menarik. Waktu menunjukan jam 9 pagi, dan belum juga ada toko yang buka. Kuliner. Ah... kuliner. Tak ada yang terlampau menarik untukku dalam soal makan memakan ini. masakan laut jelas berlimpah. Hasil laut yang dijual belikan sungguh menggairahkan mata. Besar dan segar. Ikan-ikan, udang, cumi. Menyenangkan. Tapi belum ada yang 'Mak Nyuss'. Nasi kuning kuah yang begitu terkenal, adalah perpaduan nasi kuning dengan soto ayam. Dicampur. Itulah nasi kuning kuah ini. Ilubutung, semacam sagu bercampur ati ayam yang menjadi khas makanan mereka, aduh maaf... sulit untuk kutelan. Dan kacang-kacangan.. hmm.. apa apa dengan kacang dan gorontalo? Resoles pun berisi kacang. berbeda. Jagung yang sangat terkenal, ya.. tetap jagung. Sup yang aku juga lupa namanya, lumayan untuk disantap, yang jelas ikan tongkolnya gede-gede dalam campuran sup itu. Dari semua hari-hariku disana, yang sayangnya penuh dengan acara formal berupa jambore, perayaan ulang tahun dan resepsi, tentu ada hal yang membuatku bertanya-tanya. Bukankah itu harus, pada setiap tempat. kali ini, Gorontalo dan rebonding! Rebonding, sebagai cara untuk meluruskan rambut. Aku sebenarnya tidak terlalu tau rambut asli warga gorontalo seperti apa, hanya, ada satu jalan bernama Jalan Bonding. Jalan yang dipenuhi dengan salong-salon rebonding sepanjang jalan itu. Tak ada juga perempuan yang tiak memiliki rambut lurus terjuntai kebawah, kecuali aku tentunya dengan rambut ikal dan berantakan. Tak sedikit juga mewarnai rambut mereka. Sungguh. sadar kecantikan? atau persoalan kekuasaan simbolik yang tak terlihat? Entahlah. Tak cukup lama melihat peredaran dan konsumsi maupun budaya media disini untuk dapat membaca. Hanya cetakan 'siksa neraka' yang kutemukan masih dijual dipasaran. Tentu itu dapat menjadi bahasan lain.
0 Comments
Leave a Reply. |
on this blogTravel is more than a journey. Its understanding life. Seriously.. that isnt an overstatement. These are some notes I came to write. ArchivesCategories
All
Find more place reviews here.. |