![]() Mendapatkan gelar doktor. Lalu apa? Kala menjalani studi.. ungkapan "normal" yang sering kali terdengar adalah nanti saat kelar, maka kau akan lega, beragam kesempatan baru akan terbuka, doktoral adalah sebuah tiket "lain" kehidupan.. dan tentu saat sampai di sana aku mendapatkan begitu banyak ungkapan selamat dan ratusan pesan apresiasi dapat mencapai titik pendidikan yang masih belum dapat dinikmati semua orang. Banyak nasehat dan pesan yang akan didengar kala berupaya menyelesaikan sebuah tahap pembelajaran. Bagiku, sepanjang berjuang menulis "suara" yang kuanggap perlu didengar, aku hanya membayangkan dan tidak sabar mengungkapkan kelak pada titik kelulusan: "I did it" dengan rasa yang aku asumsikan lega tiada tara. Aku bahkan telah mempersiapkan berbagai foto perjalanan dengan pose "liberasi" sepanjang aku menulis disertasi, pas untuk sebuah caption :"I did it", suatu ketika nanti. Satu tahap sudah terlewati, sekali lagi. Yeaaay! Seharusnya gembira dan excited! Tapi hingga saat ini, aku hanya mampu menghela nafas panjang. Rasanya campur aduk. Overwhelmed, mungkin adalah kata yang tepat. Sehingga semua tampak "surreal", memantik introspeksi yang tak sederhana. Surreal.. memahami bahwa setelah lebih dari 20 tahun pendidikan ternyata aku bahkan belum melangkah pada anak tangga pertama sebuah perjalanan akademik. Surreal memahami bahwa setiap tahap baru memang membutuhkan versi diri yang baru. Surreal memahami ada "tugas" berbeda dalam upaya manusia menanusiakan manusia. Surreal menemukan begitu banyak kegembiraan tertuju padaku yang mendadak memantik tanya mendalam tentang bahagiaku. Berasumsi bahwa selama ini ia menjadi bagian dari perjalanan studi dan raihan akademik. Bertanya-tanya apa selama ini aku pernah benar-benar memperhatikannya, atau bahkan apa sudah mulai melangkah meraihnya? Mengupas domino "menuntaskan sebuah janji" mendapatkan "tiket" mendadak meledak keberbagai arah. Cerita untuk lain waktu. Kali ini aku hanya ingin berbagi rasa syukur dan terima kasih yang sempat tertuang dalam pengantar disertasi. Sekaligus mengungkapkan rasa syukur dan terimakasih yang tak terhingga buat semua pihak yang mungkin tidak tersebut dan telah bersedia menjadi bagian dari perjalanan ini. - Yogya.30.07.17 KATA PENGANTAR Untuk sebuah janji, Limbo dan mimpi-mimpi yang tak menyentuh bumi Masih segar teringat kala upaya menguntai pikiran dalam ratusan halaman harus terpaksa dibuang, atau sekian banyak tulisan yang tidak cukup layak dimasukan. Menuliskan penelitian ini, sebagaimana saya yakin semua mahasiswa yang sedang menuliskan tugas akhir, merupakan sebuah perjalanan panjang yang emosional. Tema pilihan penelitian ini yang demikian rekat di hati juga tidak membantu. Pada awal tahun 2015, saat saya menemukan diri saya terjerat kesedihan dalam kehidupan partisipan penelitian saya, saya kira saya benar-benar sudah salah memilih tema!
Penelitian etnografis dalam mengulik subjektivitas memang memiliki tantangan tersendiri. Menuliskan arus dinamika rasa dengan berbagai analisa, sempat meletakan saya dalam konsekuensi arus-arus kontestasi personal yang sayangnya (bila ada) tidak sempat saya perhatikan dalam beragam kuliah tentang metodologi. Tidak terhitung banyaknya jam berderai air mata, amarah, dan belum lagi deretan penyakit fisik yang sebenarnya bersifat psikosomatis dalam upaya untuk menyuarakan yang “terbungkam”. Tetapi, saya beruntung berada di tengah kumpulan civitas akademika yang luar biasa. Tak henti tim promotor saya meyakinkan setiap kali saya “patah” bahwa yang menjadikan seseorang layak disebut dengan gelar tertentu bukanlah karena sebuah tulisan, namun sebuah proses belajar dalam meraihnya. Sampai pada titik ini, saya baru memahami bahwa pesan itu bukan sekedar jorgan “semangat” namun menegaskan bahwa gelar ini baru awal dari sebuah proses yang masih begitu panjang ke depan. Saya bersujud syukur bahwa pengalaman yang saya dapatkan dari penelitian ini bukan sekedar tualang intelektual namun sebuah “pelajaran” tentang kehidupan. Penelitian ini telah membawa saya ke tempat-tempat yang tidak pernah saya duga dan bertemu dengan begitu banyak orang luar biasa; tanpa pamrih bersedia membagi sepotong hidup mereka yang telah “menyentuhku” lebih dari yang mereka tahu. Kata pertama hingga kata terakhir dalam disertasi ini, tidak akan pernah tuntas tanpa dukungan sosok-sosok imanen dan transenden. Dengan segala rasa syukur, saya ungkapan terimakasih sedalam-dalamnya pada:
Terakhir saya ingin ucapkan rasa terimakasih dan permohonan maaf terdalam untuk Mirza Dradjat, jiwa dan nafasku yang tak henti berkata “Ibu bisakah berhenti membaca?” untuk tetap berselimut sabar dan penuh kerjasama. Yogyakarta, 15 Juni 2017 Penulis |
on this blogJust ordinary day to day notes.. But as we know.. there is nothing normal in this world. Archives
December 2020
Categories
All
|