arymami
  • Home
  • CONTENTS
  • TRAVEL
  • LEARN
  • INTIMACY & SCHIZOPHENIC SOCIETY
  • POEMS
  • NOTES
  • PUBLICATIONS
  • About

Confidential Minds
​daily notes, fiction, life

2020: Menatap Waktu

12/31/2020

Comments

 
Picture
'https://www.freepik.com/vectors/winter'>Winter vector created by starline - www.freepik.com
Akhir tahun, dan segenap gelombang budaya populer tentang refleksi diri menyapu jadgat bumi. Media sibuk membuat kladieoskop, organisasi penggerak pemberdayaan sibuk mengkolase peristiwa yang menyentuh humanism dan individu-individu tersungkur di sudut ruangan menanyakan: apa yang sudah ku dapatkan sepanjang 2020?

Aku tidak tahu sejak kapan gelombang romantisir masa lalu praktis masuk dalam peradaban dan memformasi budaya refleksi global di penghujung tahun. Refleksi perjalanan hidup adalah hal esensial bagi siapapun yang berniat menjadi manusia dan dalam hemat saya inheren dalam keseharian. Tapi.. menerima azab ditempa pendidikan KBM yang mengasah saklar suudzon pada apapun yang sudah ternormalisasi menjadi budaya, hari ini saya tidak habis pikir tentang budaya refleksi perjalanan hidup masal yang berlangsung. Tentu, melihat pola budaya sebagai senjata ideologi yang sempurna, pastinya tidak lepas dari media, maupun kepentingan pihak kuasa yang membutuhkan warganya menunduk dalam hening di tengah experimen sosial yang mengeruk keuntungan. 

Tapi ini sekedar status, bergambar, dan tidak berniat menulis paper tentang ideologi dibalik aksi refleksi global. Betapapun menarik itu buatku, pasti membutuhkan riset yang sungguh tak elok kulakukan di tengah tanggungan laporan riset yang bahkan belum kutuntaskan. Jadilah benakku berkeliaran membayangkan tentang ketidaksadaran kita memperlakukan waktu dan kebanalan kita menautkan makna pada tiap detiknya. 

Refleksi pergantian tahun adalah manifestasi paradox atas perubahan. Di tengah ketakutan manusia akan perubahan, di sana juga kita membutuhkan selebrasi atas perubahan. 

“Perubahan begitu dihindari, tapi jangan sampai kita berhenti statis dalam kehidupan! Itu celaka, karena bila statis berarti kita tidak berkembang dan melawan arus peradaban.” - kata kita. 

Maka, sibuklah kita merayakan perubahan dengan seolah-olah ada perubahan. Dan waktu adalah penanda yang sempurna. Jarang sekali kita melakukan selebrasi atas perubahan itu sendiri. Kita sibuk membalut perubahan dengan petanda representasi pertumbuhan, yang indikatornya sudah berselancar dalam ideologi perkembangan. 

Maka, banyak sekali perayaan pergantian tahun diiringi petanda atas pertumbuhan yang diharapkan peradaban; mulai dari yang tampak seperti mobil baru (sebagai petanda peningkatan ekonomi, misalnya) hingga yang tak tampak seperti semangat baru (sebagai petanda buat mengelabui diri kita sendiri bahwa kita tidak sama seperti dulu). Tapi disana, yang kita sibukan adalah pertumbuhan dan bukan perubahan. Waktu menjadi petanda yang dimanfaatkan untuk mengukur beragam pertumbuhan; waktu sendiri tidak pernah direngkuh dan dirayakan sebagai basis perubahan.  

Perspektif terstruktur semacam ini, memandang waktu sebagai hal yang konstan dan inheren di sudut ruangan. Dia ada sana sebagai hal yang hidup secara independen mengiringi kesibukan kita mengisi hari dengan indikator yang kita ada-adakan. Tapi waktu tidak pernah dipandang sebagai hal yang hidup dalam diri manusia. Dia hanya sebagai penanda, atas perubahan. Bayangkan saja, perayaan pernikahan perak, adalah perayaan atas keabadian relasi di mana waktu hadir saja sebagai penandanya. Kita tidak pernah benar-benar merefleksikan tentang perjalanan waktu, kita hanya sibuk memaknai beragam kejadian dan pongah diri dalam bingkai waktu. 

Dalam pikiran terstruktur atas waktu yang tersisih semacam ini, maka refleksi akhir tahun senantiasa dipenuhi dengan ulasan capaian yang sudah diraih, sesuai indikator pertumbuhan dan makna atas aktifitas yang kita lakukan. Merayakan perubahan dengan meniadakan perubahan itu sendiri. Menselebrasi imaji semu dan kestatisan diri dalam pergantian angka. Apa ada yang berubah sejak Pandemi memaksa kita menilik waktu secara berbeda? Apa struktur berpikir kita sudah bergeser untuk melihat waktu bukan sekedar petanda atas peristiwa? Atau kita masih juga mempertahankan harapan tentang kestatisan? dengan selesainya pandemi agar kita bisa kembali berkubang dalam zona nyaman untuk meniti pertumbuhan yang kita banggakan?

Tidak banyak manusia yang pernah saya jumpai yang bersedia merengkuh waktu dan perubahan sebagai bagian dari dirinya. Waktu bukanlah penentu perubahan dan petanda masa, namun sebagai hal yang tersedia untuk menggerakan perubahan. Bagi saya, orang-orang semacam ini adalah mereka yang berani untuk menghidupkan hidup. Hidup secara penuh, bukanlah menanti masa, tapi menjemput apa yang bisa dijemput di dalam masa yang ada.  

Biasanya, waktu senantiasa mampu untuk membuatku antusias, karena tidak habis bayangan segala keinginan untuk mengalami waktu ke depan dengan perubahan yang tak terbatas. Ada gairah untuk melangkah pada “the unkown” ; semacam hidup baru yang selalu menggantung di benak. Tapi dalam tiga tahun terakhir, diriku tidak berjumpa dengan perubahan; tetap saja terjebak dalam sebuah siklus yang sama. Turut merayakan pertumbuhan selayaknya manusia normal yang sudah memiliki status emblem dewasa; tapi diri, rasanya sekarat dan antusiasme akan waktu pun lenyap. Ada marah bahwa waktu tidak membawa perubahan, sebagaimana kebanyakan orang katakan. 

Tahun 2020 ini adalah petanda yang saya letakan sebagai gerbang (jauh sebelum pandemi melanda dunia), setelah sekian lama berharap waktu memiliki peran membawa perubahan gairah kehidupan. Tiga tahun terakhir bagi saya adalah masa yang dipenuhi kehilangan; beragam orang, rejeki, kesehatan, kepercayaan, dan harapan. Tapi kehilangan yang lebih besar, adalah kehilangan atas merengkuh waktu. Merengkuh hidup untuk dihidupkan dan bukan sekedar dijalankan. Menghardik diri dengan batas bermanja di zona nyaman dan mengikis topeng dari rasa malu tidak membuat perubahan.  

Aku tidak tahu sejauh mana, pasung pandemi telah menyuntikan pada kita, bahwa waktu bukanlah sebuah konsep tapi mindset yang menentukan hidup kita. Tapi saat tahun 2020, rasanya baru mulai dan mendadak terhenti; aku yakin kita semua terpaksa untuk berkenalan dengan sisi lain sang waktu.  

Selamat Tahun Baru. 
‘Wishing you the past makes us better and not bitter.‘



Yogyakarta, depan aquarium. 31.12.2020

-Theres is nothing such as the right time, there’s just time. And as Budha says ‘the trouble is, you think you have time’. -
Comments

Tour de Rumah Sakit, Tour de Penyakit: Paradox Asuransi - Urip Cen mung mampir ngalami

10/29/2020

Comments

 
Hari ke-lima. 

“Woalaah mbaaak priyayii.. kok ketemu meneh? udah kesakitan?”, sapa dokter internis yang sudah 6 tahun tidak aku temui (dengan sengaja). Ada ejekan di sapanya, yang kita sama-sama tahu. Sebagai pasien yang enggan kesakitan aku telah menolak berbagai solusi jangka panjangnya dan memilih obat-obat instan yang dapat segera dimasukan ke aliran darah saja. Dia memanggilku dengan priyayi karena keringkihan tubuhku yang memiliki threshold yang rendah dibanding manusia pada umumnya. Tubuh yang harus dimanja, disayang dan butuh kenyamanan yang sedikit berlebihan. Kondisi yang tentunya enggan aku terima; siapa sih yang tidak ingin dianggap sebagai manusia normal saja? 

“Iya doc.. udah muter-muter RS lain, tetap akhirnya semua dokter lain merujukku untuk kembali padamu”, balasku dengan menyerah. 

“okay.. masuk lab dan radiologi dulu baru kita ngobrol ya”
​--



Read More
Comments

The Masquarade 

9/27/2016

Comments

 
Picture
“besok pagi di kampus?... aku baru kelar operasi. 
Ingin sekali menangis dalam pelukan seseorang. Can I?”
19:11 - 26.09.2016
 
-
Tanganku berupaya menggapai tubuhnya, namun gagal. Mencoba meraih siapa pun yang mungkin bersedia menggenggam tanganku. Tanpa hasil, kugenggam erat lipatan kain hijau pada ujung bidang meja setengah meter itu. Baru kali ini aku berada di atas meja operasi dengan sadar berteriak kesakitan dengan lantang tiga kali. Aku bayangkan bila ada orang diluar ruang operasi itu, pastinya akan bertanya-tanya macam penjaggalan apa yang sedang terjadi di dalam. Tubuhku sudah gemetar  lemas dan kedinginan dengan darah yang bercucuran dari belakang kepala. Aku hanya membayangkan ini menjadi pembedahan ala militer di medan perang. Aku hanya mampu melihat detik jam yang kian melambat berharap semua segera tuntas. Berharap mereka segera menutup dan menjahit bedahan; membayangkan mereka berkata “maaf, kita akan mengulanginya dengan bius total kali ini”. Tapi itu tidak terjadi.. kurasa ada benarnya para ahli bedah dilatih tidak mempedulikan erangan, tangis dan teriakan ‘obyek’ bedah. Mereka diharuskan tenang melakukan apapun yang harus mereka lakukan; sebagaimana mereka jelaskan pula “darurat” dalam dunia kedokteran adalah bila membicarakan detik atau menit menuju kematian. Sepanjang tanda-tanda kematian itu belum dekat, tidak jadi soal bila organ atau syaraf apa terluka - toh nanti bisa dibenerin.


Read More
Comments

She will be Loved: Utopia Aku yang bukan Milikku

9/22/2016

Comments

 
Picture
Berhadapan dengan OR (operating room) selalu saja menakutkan. Terlepas sudah berpuluh kali Anda tergeletak di atas meja dingin berbau disinfektan. Sore ini, aku kembali menyapa rasa takut itu. Tanpa benar-benar paham apa yang ditakuti dari sebuah tindakan medis yang katanya 'sangat sederhana'. Hanya akan memakan waktu satu jam, tidak lebih dan  tidak mematikan. 

Read More
Comments

Kompleksitas Abuse dalam Relasi Keintiman

9/17/2016

Comments

 
Terlalu mudah berkata dan menemukan pernyataan: 'bila dalam hubungan saya mengalami kekerasan, saya akan meninggalkan relasi itu'. Faktanya tidak pernah sesederhana itu. Statistik menunjukan bagaimana tinggi angka kekerasan dalam relasi. Bahkan di Indonesia, bisa digeneralisir bahwa hampir semua orang mengalami kekerasan dalam relasi. Kenyataan yang hadir adalah: Pelaku relasi bertahan di tengah kekerasan. Kekerasan hanya terus berulang. Apapun bentuknya, frekuensinya, maupun alasannya. ​

Read More
Comments

Pulang Bersyarat Maaf 

7/13/2016

Comments

 
Picture

​​Me : “sama-sama ya.. hm.. sudah berapa pesan sama yang kau kirimkan hari ini?”
X : “hihihi.. banyak pesan.. isinya sama semua! Ini lagi silaturahmi keluarga dengan cerita yang itu2 juga...”

Me: “itu-itu jugalah yang memiliki makna”

-lebaran 6 July 2016-

Read More
Comments

Keterputusan Kekerasan Seksual  

6/10/2016

Comments

 
Picture
​“I still dont understand how educated people still do not undertand
that when they joke about sexuality, sex, social identity, relationship status
- they objectify and discriminate”
DA (FB, 25 Mei 2916)
 
Pada pertengahan-akhir Mei 2016 masyarakat Indonesia telah dikepung wacana horor dan teror kekerasan seksual. Segenap pihak reaktif bersuara, melontarkan opini, menawarkan sudut pandang, dan bahkan berbagai petuah bagaimana menghindari kekerasan seksual; “Bunuh saja” “Gantung” “Salahnya anak ditinggal kerja” “Berantas alkohol dan pornografi” “Kebiri” “Harus ada effek jera!”. Semua tampak chaotic dan tidak masuk akal. Seolah alpha atas kekerasan seksual sebagai hasil dari politik seks yang menyejarah. Saya kehilangan kata menganggapi fenomena tersebut, hingga kuotasi di atas merupakan satu-satunya kalimat “frustrasi” yang dapat saya ketikan di akun FB saya saat itu. Selebihnya saya hanya tertegun dalam geram mengikuti parade normalisasi patalogi aksi-reaksi semua pihak masyarakat sambil mual, muntah, dan tertekan sendiri. Enggan memikirkan bagaimana logical falacy bisa begitu menjamur di tengah masyarakat.

Read More
Comments

Lelaki di Sudut Pintu Delusi

4/29/2016

Comments

 
Picture
Lelaki yang berumur itu duduk di sebrang mejaku. Rambutnya sudah memutih semua, namun kulitnya cerah dan matanya selalu penuh dengan binar semangat. Seperti pagi-pagi yang lain ia duduk di samping pintu cafe ditemani secangkir kopi hitam dan beberapa batang rokok. 

Ia akan menghabiskan waktu setidaknya setengah jam sebelum ia beranjak menggunakan mobil BMW yang selalu ia parkir di depan pintu cafe. Tidak seperti perilaku orang-orang kekinian di ruang publik, ia tidak akan sibuk dengan gadget komunikasi. Ia hanya duduk diam sembari menikmati kopi, nikotin dan pemandangan yang sebenarnya tidak seberapa. 

Read More
Comments

Satu Dekade Setelah...

7/27/2014

Comments

 
Picture
enjelang ramadhan. Keriuhan mudik meniupkan kebekuan sepi.Semua kehidupan seakan bergerak cepat dihadapan mata. Ritual, tradisi,kebiasaan, seluruh manifestasi budaya yang merajut essensi makna. Roh kehidupan. Realitas yang dipilih mencipta dunia.

Tak sedikit yang menggerutu bosan, malas, berkelekar angan tak perlu mengikutinya, bahkan terkadang terdengar begitu tersiksa. Cukup manusiawi kurasa, berkontestasi dalam tekanan rasa diri dan yang diluar sana. Mulai dari sekedar arisan, mengantar keluarga ke acara, menemani anaknya berulangtahun,  kerja bakti di hari minggu,dan jutaan ritual lainnya yang menyusupkan makna menjadi “manusia”. Sedikit yang berani membuangnya.  Lebih sedikit yang berani menjalaninya. Di kacamata sosial dia anomali, istilah Deleuze 'skizofreni'. Mayoritas orang akan berdiri ditengah-tengah, berupaya mengakomodasi, menjalani yang dia rasa siksa, mencari eskapisme setelahnya, dan mengatakan bahwa itulah manis pahit kehidupan. Meletakan semua harap sekedar angan. Karena kegilaan selalu butuh lebih dari satu orang- sebab bagi mereka yang telah menjalaninya, hanya satu substansi disana: kehampaan.


Read More
Comments

kebahagian. kebahagiaan. kebahagiaan.

4/14/2012

Comments

 
Picture
​“If you want to be happy for a few hours, get drunk. If you want to be happy for a few years, get a wife. If you want to be happy for ever, get a garden” – quoted from a traditional saying by Ben Page. ​

Read More
Comments
<<Previous
    Picture

    on this blog

    ​Just ordinary day to day notes.. But as we know.. there is nothing normal in this world.

    I'm a dreamer, for life offers only thus. I'm a wanderer, for i believe all possibilities

    ​I'm single, though I'm rarely available. I'm a fiction in the reality of the mind.

    RSS Feed

    Archives

    December 2020
    October 2020
    August 2020
    June 2020
    September 2019
    August 2019
    July 2019
    May 2019
    April 2019
    January 2019
    July 2017
    June 2017
    March 2017
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    April 2016
    August 2015
    February 2015
    July 2014
    April 2012
    December 2010

    Categories

    All
    Abuse
    Arymami
    Bahagia
    Berserah
    Birthday
    Borneo
    Buku Sejarah
    Camus
    Catatan
    Catatnan
    Cinta
    Coffee
    Death
    Delusi
    Dianarymami
    Eglish
    Extramaritial
    Gender
    Happiness
    Happy
    Heartbreak
    Humanity
    Jingga
    Kalimantan
    Kekerasan
    Kekerasan Seksual
    Kesehatan
    Keterputusan
    Kurban
    Lebaran
    Lelaki Tua
    Life
    Love
    Maaf
    Makna
    Marriage
    Medis
    Melepaskan
    Menghargai
    Menulis
    Mudik
    Note
    Notes
    Operasi
    OR
    Parenting
    Penyakit
    Percakapan
    Pulang
    Rasa
    Relasi
    Relasi Keintiman
    RS
    Sakit
    Sejarah
    Seks
    Single Mum
    Single Parent
    Sisifus
    Sukamara
    Takut
    Tour De RS
    Valentine
    Violence
    Waktu
    Wedding

  • Home
  • CONTENTS
  • TRAVEL
  • LEARN
  • INTIMACY & SCHIZOPHENIC SOCIETY
  • POEMS
  • NOTES
  • PUBLICATIONS
  • About