Seharusnya, aku bergegas mengetik kisah Kinara-kinari yang sudah mendekati tenggat waktu pekerjaan. Tapi seperti biasa, semakin banyaknya tumpukan pekerjaan yang dekat dengan tenggat waktu pekerjaan, malah tidak disentuh dan beralih mengerjakan hal lain. Hahaha... aku tidak tahu apa ini juga terjadi pada orang lain. Kinara-Kinari, adalah simbol cinta dan kebersamaan, dan dalam perenungan itu.. aku terbawa pada gambaran ayah-ibuku. Sepasang suami-istri yang bisa dibilang memberikan contoh kebersamaan yang terlampau tinggi dan ideal untuk diwujudkan. Ayahku masih saja memberikan ibuku bunga ditengah umur anak-anaknya sudah mendekati angka 4! Bersama asam-garamnya, mereka mewujudkan kebersamaan, romantisme dan cinta yang sulit untuk tertandingi. Semacam Kinara-Kinari dalam wujud manusia. Ya.. alih-alih mengerjakan yang seharusnya kukerjakan.. pikiranku terbawa pada ayah-ibuku yang kini sedang berada di IGD.. sembari melihat satu draft buku disamping laptop... buku tulisan ayahku “Esok Matahari Bersinar: Catatan Melawan Kanker”.
Dalam jangka waktu dua setengah tahun lepas pensiun dini, sudah tiga buku dihasilkan; “Nandur Ngunduh: Dari Pemikiran ke Aksi Perubahan” (2017), “Di Penghujung Lorong Kehidupan” (2018), dan “Esok Matahari Bersinar: Catatan Perjuangan Melawan Kanker” (2019). Ayahku memang sosok yang selalu produktif, idealis, dan karakternya penuh dengan integritas dengan semboyan yang tampaknya sudah melekat berbunyi “kontribusi publik”. Buku pertamanya berbagi mengenai pemikiran dan aksi pemberdayaan masyarakat, yang mewarnai hampir seluruh karirnya di lembaga internasional dalam wilayah kerja Afrika dan Asia. Buku tekstual ini mudah dicerna dan aplikatif untuk digunakan publik dalam hal pemberdayaan masyarakat. Buku kedua dan buku ke-tiga bersifat lebih personal yang berpusat pada perjalanan kehidupan dengan belahan jiwanya melawan kanker. Mama, telah bebas kanker payudara sekian dekade lalu, kini kali kedua ia berjuang melawan kanker kedua kalinya di tulang dan deretan organ lainnya. Permintaan untuk memberikan catatan maupun testimoni pada draft buku ke dua maupun ketiga, hingga kini belum mampu kusanggupi. Mungkin karena diriku menjadi bagian dari cerita, mungkin karena terlalu dekat, mungkin karena terlampau emosional; catatan akan terasa terlampau sempit sedangkan testimoni akan terasa terlalu dangkal. Selain, tentunya kita (anak-anaknya) memiliki subyektifitas dan kisah pengelaman sendiri dari peristiwa yang saling mengikat; yang mungkin suatu ketika akan kami tuliskan. Kelahiran buku-buku ini memiliki sejarah, motivasi dan harapan tersendiri. Aku tidak akan menceritakan semuanya, khusus untuk yang terakhir.. aku tahu bahwa “Catatan Melawan Kanker” bukan sekedar berbagi pengalaman, namun hadir dari sebuah kegelisahan atas minimnya referensi mengenai orang-orang terdekat, keluarga, dan lingkar dalam orang yang melawan kanker dan berjuang bersama melawan kanker. Semangat mengetik papa diawal telah diwarnai oleh kegelisahan itu, dan dalam banyak jalan yang mungkin tak tampak aku selalu mengagumi semangatnya. Meski aku belum benar-benar tuntas membacanya, mungkin buat teman-teman disana yang mengalami hal serupa, semoga buku ini dapat memberi semangat bahwa anda tidak sendiri. Masih dalam bayangan Kinara-Kinari.. tampaknya aku harus bergegas mengerjakan tangungan. Belakang teras, 23.04.2019 Bila Anda tertarik, buku-buku tersebut dapat diperoleh dari penerbitnya di Yayasan Peneleh, atau bisa pesan saja disini. Dengan harga.. yang nanti saya akan tanyakan ke penerbit. Namun, khusus untuk buku ke-dua, sayangnya masih menjadi dokumen keluarga yang dipertimbangkan akses publiknya. |
on this blogJust ordinary day to day notes.. But as we know.. there is nothing normal in this world. Archives
December 2020
Categories
All
|