arymami
  • Home
  • CONTENTS
  • TRAVEL
  • LEARN
  • INTIMACY & SCHIZOPHENIC SOCIETY
  • POEMS
  • NOTES
  • PUBLICATIONS
  • About

learning notes

Maukah Kamu Menikah Denganku? : Paktek Kultural Relasi Keintiman (1)

5/3/2016

0 Comments

 
Picture
Gambar diunduh dari: http://www.statuswhatsapp.co.in/status/marriage-status-for-whatsapp-marriage-quotes/
Pernikahan dapat dikatakan sebagai bentuk umum praktek kultural cinta. Umurnya setua peradaban dan dimiliki oleh setiap entitas kehidupan bermasyarakat. Prosesi penyatuan dua orang yang diakui pihak berwenang (wakil agama/negara) merupakan bangunan institusi keluarga yang dipandang sah secara sosial. 


Pernikahan dapat berarti banyak hal yang berbeda sesuai dengan waktu, tempat budaya dan orang-orang yang terlibat. Nilai, ide, dan ritual terkait pernikahan dapat secara bertentangan, berlainan dan secara distinktif berbeda dari satu kultur, sub-kultur, komunitas, etnik, atau negara dengan lainnya. Banyak bentuk pernikahan yang bagi orang diasumsikan jelas, bagi orang lain tidak terbayangkan. Demikian dapat ditemukan bahwa ada yang percaya pada pernikahan dengan lebih dari satu pasangan, pernikahan dengan sesama atau lain jenis kelamin, maupun  berbagai batasan; seperti batasan umur, kesehatan. Tidak ada kebenaran tunggal di sini, selain bentuk dan konsep pernikahan yang berbeda.

Di tengah kehidupan global yang membuka arus budaya, persoalan kontestasi pernikahan dan relasi keintiman banyak mengemuka. Tidak sedikit perdebatan yang muncul dari orang korban-budaya atas nama moralitas dan kemanusian mengatur  pernikahan/perkawinan orang di korban-budaya yang lain. Sulit ada kesepakatan yang dihasilkan, sebab perdebatan mengenai pernikahan/perkawinan sebenarnya merupakan perdebatan tentang hal-hal yang sama sekali berbeda. Dalam budaya yang berbeda, pernikahan berarti hal yang berbeda.

Saat ini asumsi nilai cinta dan romantika dalam relasi pernikahan cukup dominan bekerja dalam kehidupan global. Meski demikian praktek dan makna cinta romantis dalam pernikahan termanifestasi dalam kultur secara beragam,  sebagaimana ditegaskan oleh Myers (2010:423-426); “We assume [...] that love is a precondition for marriage. But this assumption is not shared in cultures that practice arranged marriages. [...] Cultures vary in the importance they place upon romantic love”.

Dalam perkembangan sejarah, pernikahan sebagai bentuk praktek kultural berkembang sesuai dengan fungsi dan konsep relasi. Dominasi pernikahan yang menekankan pada sifat fungsional kuat ditemukan di masa lalu. Hal ini tidak berarti cinta tidak ada di masa itu, hanya saja cinta tidak selalu dipercaya hadir dalam institusi pernikahan. Bahkan dalam masa kini, praktek pernikahan berlandas fungsi dan tidak berpijak pada emosi cinta banyak ditemukan di seputaran kita.

Pernikahan dipandang melalui tataran fungsional mendapatkan fungsinya secara kontekstual. Pada masa awal, pernikahan merupakan cara terbaik untuk memastikan keselamatan keluarga, penguatan dan perluasan jaringan ekonomi, politik, pangan, keyakinan, dan ras/suku/etnik/kultur. Pernikahan mendapatkan tempat terhormat karena fungsinya yang mulia ‘mengamankan’ kehidupan banyak orang. Bahkan begitu lazimnya para suami memiliki hubungan romantis dengan perempuan/lelaki lain dalam pernikahan. Memiliki keturunan, membesarkan anak dan membentuk keluarga tidak berhubungan dengan persoalan cinta dan romantika. Kita lazim menemukan bentuk-bentuk pernikahan semacam ini dalam era kerajaan dan pernikahan yang diatur. Meski banyak yang melihat bentuk pernikahan berbasis fungsi sebagai hal yang usang. Nilai-nilai fungsional yang sama masih kuat mengakar dalam praktek pernikahan saat ini. Faktanya begitu banyak pernikahan tetap dipertahankan untuk tujuan membesarkan anak. 

Peran agama dalam pernikahan, atau interkoneksi pernikahan dengan nilai transedental keTuhanan diperkirakan mulai menguat pada abad ke-12 dalam kehidupan masyarakat. Pernikahan disaksikan oleh ‘Tuhan’ dan menjadi bagian dari ‘ibadah’ melegitimasi kontinuitas dan perkembangan nilai-nilai agama.

Negara pun mendapatkan dan memiliki kepentingan dalam persoalan pernikahan/ perkawinan dengan berkembangnya ide tentang modernisasi. Perkembangan ini tidak terelakan sebab dalam relasi pernikahan tercipta jejaring dan arus ekonomi, politik, serta kekuasaan di tengah masyarakat. Berbagai undang-undang pernikahan pun tercipta, terlebih untuk legalitas yang memperjelas persoalan keturunan dan harta. Semakin kompleksnya masyarakat, pernikahan menjadi legitimasi pengaturan yang rigit khususnya terkait dengan perlindungan harta (Farndon, 2010). Signifikansi institusi pernikahan merupakan bagian dari konstruksi peradaban modern yang essensial dalam kontrol pembangunan negara dan masyarakat secara global.

Perkembangan praktek relasi keintiman yang dikenal dengan masa pacaran atau pengenalan, merupakan praktek yang cukup muda dalam kancah dunia pernikahan. Menguatnya era victorian dalam mengenalkan masa-masa pacaran ini secara kultural meresap dan termodifikasi bersama waktu. Hingga kini, tradisi dan ritual pengenalan, pacaran, dan bahkan deretan prosesi pertunangan dapat ditemukan.

Kini, isu-isu dan persoalan pernikahan banyak menguat dalam kehidupan sosial. Perkembangan lembaga pernikahan telah dikuatkan dengan batas-batas legalitas, nilai hukum, dan spesifikasi aturan tertentu pada tiap wilayah. Ada standarisasi yang dinyatakan sah dan bentuk lain sebagai ilegal. Persoalan yang menguat kini dalam praktek pernikahan adalah standarisasi pernikahan yang stagnan dari perubahan masyarakat. Budaya telah dibingkai dan disahkan secara ‘modern’ dan ‘legal’ membekukan satu set norma dan mengasingkan bentuk lain sebagai tabu, salah, dan rendah.  Dinamika perubahan nilai di tengah masyarakat dinafikan dari bingkai-bingkai dominan yang divalidasi secara struktural. Kompleksitas ini makin meningkat dengan perpaduan arus budaya dan nilai-nilai universal yang diakui secara global. Sebut saja, Hak Asasi Manusia, yang menjamin kebebasan, keselamatan, serta ‘kebaikan’ setiap insan di dunia. Perkembangan nilai, konsep, dan praktek relasi keintiman bisa jadi berlawanan dengan bingkai legalitas pernikahan yang berlaku. Dengan tingginya arus dan transaksi informasi maupun budaya, tak elak kini pernikahan terus mendapatkan tantangan dari konsep relasi keintiman dimata sosial maupun pada tataran personal.

Pernikahan sebagai salah satu bentuk praktek kultural relasi keintiman saat ini dapat dirangkum dalam beberapa titik tolak signifikan perkembangan peradaban yang bergeser dari basis pertahanan hidup (survival), penguatan kesepakatan kerjasama hubungan politik dan ekonomi, perluasan peran agama, dan pergeseran melampaui batas prokreasi. 

Konsep penyatuan dua orang dalam pernikahan dewasa ini telah melampaui batas-patas prokreasi yang selama ini kuat terjalin dalam kehidupan masyarakat. Pernikahan sebagai bagian dari melanjutkan keturunan, memiliki anak, membangun berkeluarga telah bergeser. Konsep hidup bersama dengan tujuan dan motivasi ‘bersama’ menguat dengan kultur penguatan individual. Tidak mengherankan jumlah perceraian meningkat tajam secara global. Di Indonesia saja, perceraian meningkat lebih dari 100% pada tahun 2013. Nilai dan konsep relasi keintiman sedang mengalami transformasi yang belum dapat diperkirakan.
​
Praktek kultural relasi keintiman di dunia digital pun telah memunculkan berbagai fenomena baru yang menggaet pasar dan ekonomi melalui perkencanan online, aplikasi gratis pertemuan, perkenalan, dan hubungan seks satu malam. Fenomena ini dapat dilihat secara terpisah dari praktek penyatuan dua individu, namun secara faktual konsep dan praktek kultural relasi keintiman ini memiliki korelasi kuat dengan pergeseran institusi ‘pernikahan’. 


Bila begini, bagaimana Anda meyakinkan makna saat ajakan 'maukah kamu menikahiku' memiliki basis fondasi nilai praktek kultural yang sama?



Zizekcorner dua, Yogyakarta, 27 April 2016
0 Comments



Leave a Reply.

    Picture

    Note to remember

    Picture

    on this blog

    Learning is inevitable .. and as it is a process, what is knowledge if not shared? where would knowledge be without human dialectics

    Blog Contents
    Daftar Isi Tulisan Blog ini

    Archives

    January 2017
    November 2016
    June 2016
    May 2016
    February 2016
    January 2016
    June 2015
    May 2015
    November 2013
    May 2013
    March 2012

    Categories

    All
    Anti Oedipus
    Anti-oedipus
    Arymami
    Bahasa
    Balzac
    Baudrillard
    Book
    Buku
    Cinta
    Deleuze
    Deleuze And Guattari
    Derrida
    Dianarymami
    Dian Arymami
    English
    Foucault
    Gender
    Heteronormatifitas
    Heteronormativity
    Ilmu Sosial
    Intimacy Study
    Java
    Javanesse Woman
    Keintiman
    Konsepsi Manusia
    Learn
    Love
    Love Study
    Masyarakat Skizofrenik
    Perempuan
    Perkawinan
    Pernikahan
    Praktek Kultural
    Psikologi Sosial
    Relasi Keintiman
    Schizophrenic Society
    Sejarah
    Sejarah Pernikahan
    Seks
    Seksualitas
    Sexuality
    Studi Keintiman
    Teori Cinta
    Trust

    Discussions

    Picture
    Picture
    Picture

    RSS Feed

Photo used under Creative Commons from Dean Hochman
  • Home
  • CONTENTS
  • TRAVEL
  • LEARN
  • INTIMACY & SCHIZOPHENIC SOCIETY
  • POEMS
  • NOTES
  • PUBLICATIONS
  • About